BREAKING NEWS

 


Trauma Mendalam Pasca Longsor Kayu Kul : Dua Keluarga Kakak Beradik dan Anak-Anak Masih Dihantui Ketakutan

CYBERKRIMINAL.COM, TAKENGON, 27 Desember 2025, Aceh Tengah - Bencana tanah longsor yang melanda Desa Kayu Kul, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga menyisakan luka batin yang mendalam. Dua keluarga kakak beradik beserta anak-anak mereka hingga kini masih hidup dalam bayang-bayang ketakutan, trauma, dan kecemasan berkepanjangan.

Longsor terjadi setelah wilayah tersebut diguyur hujan ekstrem selama lima hari berturut-turut. Pada Rabu sore, 26 November 2025, sekitar pukul 15.00 WIB, sebuah rumah yang berdiri di lereng perbukitan mendadak lenyap, terseret tanah yang runtuh. Beruntung, pemilik rumah tidak berada di lokasi saat peristiwa itu terjadi.

Hujan yang tak kunjung reda memicu kepanikan warga. Suasana mencekam menyelimuti desa ketika masyarakat berhamburan keluar rumah, menyaksikan puing-puing bangunan yang tersapu longsor. Puluhan keluarga memilih mengungsi, diliputi ketakutan akan potensi longsor susulan.
Puncak tragedi terjadi pada malam hari, sekitar pukul 22.00 WIB. Suara gemuruh dari arah perbukitan terdengar semakin dekat dan menggetarkan. Dalam hitungan detik, longsor susulan meluncur deras, membawa tanah, bebatuan, dan material bangunan, menghancurkan permukiman warga.

Sebanyak 12 unit rumah beton dan setengah permanen rata dengan tanah. Satu rumah mengalami rusak berat, sementara tiga rumah lainnya terdampak serius. Desa Kayu Kul berubah menjadi kawasan yang sunyi, gelap, dan penuh kepanikan.

Di tengah kekacauan itu, seorang warga bernama Asna menyaksikan langsung kedahsyatan bencana. Syok dan ketakutan mendalam membuatnya panik. Ia segera memanggil adik kandungnya, Nuriyah, yang saat itu masih berada di rumah bersama suami dan anak-anaknya—termasuk seorang bayi berusia 10 bulan, serta anak-anak lain yang masih duduk di usia PAUD, MIN 1, dan kelas 1 MTsN di Takengon.

Melihat gundukan tanah yang kian mendekat dan ancaman longsor susulan yang semakin nyata, dua keluarga kakak beradik tersebut terpaksa melarikan diri. Mereka mengungsi hanya dengan pakaian tidur yang melekat di tubuh, basah kuyup diguyur hujan deras, dalam gelap, dingin, dan kepanikan yang tak terlukiskan.

Malam itu menjadi mimpi buruk bagi anak-anak. Tangis bayi pecah tanpa henti, sementara anak-anak lainnya terdiam, ketakutan, dan sulit diajak berkomunikasi. Hingga kini, dampak psikologis masih terasa. Anak-anak menunjukkan gejala trauma mendalam: ketakutan berlebihan setiap kali hujan turun, sulit tidur, sering terbangun di malam hari, serta kecemasan yang belum mereda.

Keesokan harinya, kedua keluarga tersebut memberanikan diri kembali ke lokasi untuk memastikan kondisi rumah mereka. Mereka bersyukur karena dua rumah itu masih berdiri, meski berada sangat dekat dengan jalur longsor yang mematikan.

Namun, keselamatan fisik tidak serta-merta menghapus luka batin. Trauma masih membayangi, terutama bagi anak-anak yang menjadi korban paling rentan dalam bencana ini.

Warga berharap adanya perhatian serius dari pemerintah dan pihak terkait, khususnya pendampingan psikologis dan program trauma healing bagi anak-anak korban bencana. 

Harapan itu sederhana: agar mereka bisa kembali merasa aman, pulih dari ketakutan, dan menjalani kehidupan serta pendidikan dengan normal, tanpa dihantui mimpi buruk dari longsor Kayu Kul. 


Pewarta : Al Abrar
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image