Polres Takalar mengabaikan, UU Pers No. 40 Tahun 1999 Akibat Terjadinya Fenomena Terhadap Wartawan hingga pelaku kekerasan Belum Ditangkap
0 menit baca
CYBERKRIMINAL.COM, TAKALAR – Berdasarkan UU nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, tentunya harus dijunjung tinggi oleh penjabat yang terkait seperti pihak kepolisian yang sedang menangani isiden tersebut.
Dengan adanya Polemik penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap wartawan kembali mencuat di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan09-10-2025. Ketua Serikat Pers Nasional (Sepernas) Takalar, Azis Kawang, bersama sejumlah wartawan, menyoroti sikap Polres Takalar yang dinilai mengabaikan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Hal ini menyusul insiden kekerasan yang dialami oleh Wahid Dg. Rani, wartawan media Armada, saat melakukan peliputan proyek irigasi. Diduga kuat, pelaku penghalangan dan intimidasi adalah seorang warga bernama Arif Dg. Jowa.
Dalam pernyataan tegasnya, Azis Kawang meminta penyidik Polres Takalar segera menangkap Arif Dg. Jowa atas dugaan tindak kekerasan dan perusakan kendaraan milik wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik. Ia menyebut perbuatan tersebut tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga secara nyata merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999.
Menanggapi desakan tersebut, Kasat Reskrim Polres Takalar, Hatta SH., menyatakan bahwa untuk menerapkan UU Pers, harus ada verifikasi dari Dewan Pers terkait status kewartawanan korban. Pernyataan tersebut langsung menuai kritik tajam dari Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Takalar, Muhammad Faisal, yang menilai Hatta keliru dan kaku dalam memahami dan menerapkan UU Pers. Menurutnya, kekerasan terhadap wartawan dalam konteks peliputan adalah bentuk pelanggaran serius, terlepas dari status media atau keanggotaan Dewan Pers.
Faisal juga menegaskan bahwa ketentuan dalam UU Pers sudah jelas melindungi setiap wartawan yang bekerja menjalankan fungsi jurnalistik. “Kekerasan terhadap wartawan adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers. Alasan menunggu verifikasi dari Dewan Pers adalah bentuk pembiaran terhadap pelanggaran hukum,” ujarnya. Ia juga meminta agar pihak kepolisian tidak bermain-main dalam menegakkan hukum, apalagi jika ada indikasi upaya perlindungan terhadap pelaku.
Lebih lanjut, baik Ketua IWO maupun Ketua Sepernas menduga kuat bahwa tindakan Arif Dg. Jowa merupakan bagian dari upaya menutupi sesuatu yang janggal dalam pekerjaan proyek irigasi tersebut. Oleh karena itu, mereka mendesak agar penyidik segera memeriksa semua pihak yang terkait, termasuk Arif Dg. Jowa, dan membawa kasus ini ke ranah hukum secara transparan.
Kasus ini menjadi perhatian serius kalangan pers di Takalar. Para jurnalis menegaskan akan terus mengawal proses hukum dan tidak segan melaporkannya ke tingkat yang lebih tinggi jika tidak ada kejelasan penegakan hukum dari Polres Takalar. “ Insiden ini kita akan tetap bawa dan mengawal ke Polda Sulsel atau bahkan ke Mabes Polri jika Polres Takalar terus diam dan tidak mengindahkan laporan wartawan yang menyangkut pasa18 uu No 40 Tentang Pers ,” tutup Azis Kawang.
(Firdaus/ Bang Onil, red)