“Saya hanya menerima BPNT tiga kali pada tahun 2021, dan sejak tahun 2022 hingga sekarang tidak pernah lagi mendapatkannya. Padahal kartu bantuan saya masih aktif hingga September 2025,” ujar Nisial S kepada media ini, Kamis (12/6/2025).
Ia mengaku sudah melaporkan permasalahan ini kepada Geuchik setempat, Nisial Ibnu. Namun, meskipun telah diminta untuk menyerahkan ulang datanya guna dimasukkan kembali ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), bantuan tak kunjung diterima hingga saat ini.
Dinas Sosial, kata dia, juga sempat melakukan pendataan ulang pada pertengahan Ramadhan 2025 lalu. Bahkan saat itu, namanya kembali dicatat bersama sejumlah warga lainnya. Namun ironisnya, bantuan tetap tidak ia terima, sementara sejumlah nama lain yang terdaftar—diduga termasuk oknum perangkat desa—justru mendapat bantuan tersebut.
“Saya hanya ingin keadilan. Tolong cek ulang nama-nama penerima bantuan ini agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Saya sangat berharap bantuan ini diberikan kepada yang benar-benar membutuhkan, bukan karena kedekatan atau kepentingan tertentu,” ungkapnya.
Nisial S menegaskan, dengan kondisi ekonomi yang terbatas serta tanggungan anak-anak yang masih sekolah di tingkat SD dan SMK, dirinya masuk dalam kategori layak menerima bantuan sesuai kriteria pemerintah.
Menanggapi hal ini, Zul, seorang aktivis dari Bungoeng Lam Jaroe, turut angkat bicara. Ia menyuarakan keprihatinan terhadap dugaan permainan dalam distribusi bantuan sosial di Kota Langsa.
“Hal seperti ini terus berulang. Kami menduga ada unsur politisasi dalam penyaluran bantuan oleh oknum Dinas Sosial dan aparatur desa. Kami minta Kapolres Langsa turun tangan dan melakukan pemeriksaan terhadap proses distribusi bantuan tersebut,” ujar Zul.
Zul juga menyampaikan bahwa ketimpangan seperti ini berpotensi menimbulkan keresahan sosial dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa dan instansi terkait.
(Taem/Redaksi)